Untuk sebagian orang tantangan terbesar di awal pendirian usaha adalah bagaimana membangun citra usaha serta bagaimana menembus pasar. Walaupun di sisi lain ada tantangan lainnya yakni sumber daya manusia (SDM) dan modal usaha. Namun biasanya masalah SDM ini dapat teratasi dengan merekrut orang-orang yang dikenal dan dipercayai. Modal pun bisa didapat dari berbagai cara, misalnya pinjam bank, pinjam saudara atau cara lainnya. Yang jelas terasa amat sulit di saat awal usaha adalah bagaimana meyakinkan pasar agar mempercayainya.
Setelah berhasil menaklukkan pasar, maka dua tantangan lainnya (SDM dan modal usaha) mulai dirasakan lebih berat. Dengan semakin berkembangnya usaha, maka perlu modal yang lebih banyak untuk ekspansi, misalnya, memperbesar pabrik, menambah pabrik atau toko, menambah distribusi dan lain-lain. Memang, dengan aset lancar dan laba ditahan perusahaan yang cukup ia cukup punya modal. Namun untuk investasi yang lebih besar dari modal kerja tentu membutuhkan dana investasi tambahan.
Selain itu, perusahaan juga membutuhkan lebih banyak SDM untuk mengelola perusahaan yang sedang berkembang tersebut. Nah untuk hal ini tidak bisa lagi mengandalkan rekrutmen dari orang-orang yang dikenal, namun harus mulai melakukan rekrutmen secara profesional. Masalah klasik yang dialami sebagian besar perusahaan menengah kecil dengan karyawan kurang dari 20 orang lainnya adalah tidak memiliki orang SDM karena merasa belum layak secara bisnis memilikinya. Yang terjadi selanjutnya adalah proses rekrutmen dilakukan dengan bekal ilmu SDM yang amat terbatas. Selain harus melewati proses rekrutmen dan seleksi yang melelahkan, tak jarang perusahaan salah memilih karyawan. Kandidat yang kelihatannya pintar, antusias, profesional ketika diwawancara, bahkan berhasil lolos psikotes, ternyata loyo setelah bekerja setahun. "Bagaimana mungkin, karyawan itu bisa berubah seperti itu? Apa penyebabnya? Lantas, bagaimana upaya perusahaan agar bisa mengangkat kembali motivasinya?" Nah kalau begini, "Capek deh..!"
Sebagai pengusaha, bagaimana pun juga harus memikirkan peraturan perusahaan, jenjang karir karyawan, deksripsi kerjaan, kompensasi dan benefit, serta seabreg hal lain mengenai manajemen SDM. Perusahaan besar pun juga menghadapi masalah yang sama, namun karena kebanyakan perusahaan besar saya asumsikan sudah memiliki Manajer SDM, serta sistem yang lebih mantap untuk mengelola SDM, masalah-masalah seperti itu relatif lebih terkelola. Sebaliknya, karena berdasarkan pengamatan saya banyak perusahaan baru atau perusahaan menengah kecil yang tidak memiliki manajer SDM atau orang khusus yang mengelola SDM dan sistem yang mapan, maka muncullah ungkapan "mengelola sumber daya manusia ternyata tidak mudah".
Perusahaan kecil bisa naik pangkat menjadi perusahaan menengah, perusahaan menengah bisa berkembang menjadi perusahaan besar, dan perusahaan besar bisa semakin berkibar, jika bisa mengelola SDM dengan baik. "SDM adalah aset perusahaan" adalah jargon yang sering digembar-gemborkan, dan makin hari makin terasa hambar. Namun, di tingkat praktis, ini bukan lagi jargon. Ini masalah serius yang dihadapi banyak perusahaan. Banyak perusahaan akhirnya gagal memanfaatkan momentum untuk naik pangkat karena masalah yang satu ini. Sukses selalu
1 komentar:
"Build your People, Then People Build Your Bussiness"...Yang sering dilupakan oleh sebagian kecil pengusaha yang tidak menganggap SDM-nya sebagai asset yang pualing mahal. Tidak ada kekuatan yang membangkitkan motivasi kerja SDM-nya, pemberian training sangat menunjang skill dan sekaligus menambah wawasan bagi SDM-nya. Intinya adalah tetapkan peningkatan SDM sebagai tanggung jawab bersama bukan tanggung jawab segelintir orang. Keputusan yang diambil harus berlandaskan hati nurani dan bukan berdasarkan pengalaman, sudut pandang, pengaruh lingkungan maupun artikel - artikel...salam
Posting Komentar