Minggu, 20 Juli 2008

Kekuatan Sebuah Persepsi


Kalau saya bertanya definisi cantik kepada Anda, apa jawaban Anda? Mungkin sebagian besar Anda akan menjawab, "putih, langsing, dan berambut hitam" benar kan? Pertanyaan saya berikutnya adalah benarkah definisi tersebut ? Bagaimana dengan sebagian besar wanita Indonesia yang sawo matang? bukankah kenyataannya merekapun cantik? Lalu kenapa sebagian besar orang berpendapat seperti itu? Ini semua dipicu oleh sebuah persepsi yang diciptakan oleh marketer melalui iklan tv, media cetak, dan media promosi lainnya. Saat konsumen meng-iya-kan statement yang muncul di iklan, maka terbentuklah sebuah persepsi umum. Nah, bila persepsi itu terbentuk dengan kuat, maka akan terjadi perubahan perilaku konsumen.

Para konsumen, kebanyakan perempuan ingin mendapatkan kulit putih seperti yang dimiliki oleh Tamara Blensizky, Luna Maya, ataupun Julie Estelle yang dari sono-nya sudah berkulit putih. Masalahnya, tidak semua perempuan dari sono-nya berkulit putih. Yang berkulit sawo matang misalnya maksimal bisa se-putih anggota tubuhnya yang biasa tertutup baju, tidak lebih. Ya, tidak seperti Julie Estelle ga masalah kan? minimal seperti Julie Estelle(r) haha... (maaf) bercanda. Tak peduli apa definisi cantik menurut persepsi umum; wahai perempuan, angkatlah wajahmu lihatlah dirimu pada cermin, engkau tetaplah menarik karena "...kau begitu sempurna.." Hanya ada dirimu seorang di dunia ini. (tersenyumlah) karena begitulah faktanya. Lho kok?

Marlboro untuk sukses seperti saat ini juga menciptakan persepsi di masyarakat. Awalnya rokok putih yang rendah tar Marlboro tidak laku di konsumen Amerika karena dianggap rokok para perempuan, maka Marlboro-pun mendefinisikan kembali positioning-nya. Dan sebagai hasilnya Marlboro menggebrak pasar dengan iklan Cowboy yang identik dengan dunia laki-laki. Gayung pun bersambut, penjualan Marlboro pun terkerek naik dan kini telah mendunia. Tema kebebasan, petualang, dan keberanian berhasil menciptakan persepsi yang tepat untuk segmen para lelaki. Marlboro-pun memperkuat persepsi ini dengan banyak mensponsori kegiatan olah raga & kegiatan para lelaki. Hal ini pun ditiru dengan apik-nya oleh Djarum dengan selera pemberani-nya.

Dampaknya luar biasa banyak lelaki yang tak merasa lelaki bila tidak merokok dan anak-anak SD pun tergoda untuk ingin dicap sebagai pemberani dengan merokok sambil jalannya bak James Bond. Hebat kan?

Di sebagian kalangan para suami, ada pula persepsi bahwa bukan lelaki bila tidak punya simpanan atau tidak pernah 'jajan'. Parahnya dianggap pula sebagai anggota SSTI (Suami Suami Takut Istri) nah lho.. Padahal mereka yang punya simpanan dan suka 'jajan' inilah yang SSTI. Saat bersama simpanan, selingkuh atau saat 'jajan', mereka akan beralasan lembur, meeting, dinner sama kolega, atau ketemu owner. Nyatanya sama mbak kunti.. maksud saya kuntilanak, penguras kantong suami takut istri. Apapun persepsi umum yang terbentuk di benak konsumen atau masyarakat belum tentu benar, just be your self walau begitu kekuatan persepsi ini mampu mengubah perilaku konsumen / masyarakat bahkan dapat memenangkan hasil pemilu salah satu Cagub dan Wagub.

Dalam dunia bisnis, perusahaan juga harus mampu menciptakan persepsi yang diinginkan dan hal ini sah-sah saja asal diimbangi dengan kualitas produk, layanan, dan upaya lain untuk memperkuat persepsi yang dibentuk. Persepsi yang kuat terbentuk dari kegiatan marketing yang provokatif, lihat saja Marlboro, Djarum, AMild, XL, Mie Sedaap, Carrefour, Yamaha, dan masih banyak lagi. Promosi yang provokatif akan menantang konsumen untuk mencoba produk atau jasa yang Anda tawarkan. Bila mereka terpancing untuk mencobanya disitulah point pentingnya karena merekalah pelanggan potensial Anda. Cara ini diterapkan pula di pasar tradisional, ingat bagaimana para penjaja mainan menawarkan produknya "sayang anak, sayang anak" sambil mendemokan mainan yang ditawarkan. Ciptakan persepsi dan be provocative. (AB)

Tidak ada komentar: